Cibolang – Hot Spring

Sabtu, 27 Februari 2010….

“Kita mau kemana ini?”…..suara dari walkie talkie yang dipegang Alin berbunyi, sesaat setelah mobil saya belokan keluar dari jalur utama dan mulai memasuki jalan perkebunan teh yang jelek dan sempit – hari sudah sore dan cuaca hujan rintik-rintik, udara dingin pegunungan menyusup masuk dari jendela mobil yang memang saya biarkan terbuka sedikit. Sore itu, dengan tiga mobil beriringan kami tengah dalam turing keluarga mengeksplorasi daerah Pangalengan – Bandung Selatan, Jawa Barat. 

“Kita mau ke Cibolang” jawab Alin setelah bertanya dulu kepada saya, sebenernya kita mau kemana?

“Ada apaan disana…?” suara tanya lagi dari walky talkie yang berada di mobil Teguh

“Pemandian air panas….” Jawab Alin lagi-lagi setelah tanya dulu kepada saya.

“Emangnya ada? jangan-jangan nanti air panasnya – orang lagi masak air” suara dari walkie talky menyahuti sambil becanda.

Saya tersenyum  menanggapi candaan tersebut, memang terbersit juga rasa ragu di hati saya, pemandian seperti apa yang ada di tengah-tengah perkebunan teh seperti ini? pikir saya.

Saya memang belum pernah menjelajahi daerah Pangalengan ini – padahal mereka mengandalkan saya sebagai tour guide dalam turing keluarga ini hehehe maklumlah saya yang paling sering jalan mbulusuk-mbulusuk daerah pedalaman jawa barat.

Namun pemandangan indah yang disuguhkan alam Pangalengan ini benar-benar membius mata membuat saya tidak terlalu peduli dengan keraguan hati saya – seandainya tidak ketemu pemandian tsb ataupun jika ternyata pemandian tersebut tidak sebaik yang kami harapkan, toh kami sudah bisa menikmati pemandangan seindah ini dan bisa menyelusup masuk perkebunan teh ini  sudah merupakan pengalaman yang tidak terlupakan….

Seperti kemarin sore ketika  kami menikmati keindahan kawah putih di Ciwidey semua anggota rombongan merasa puas dan terpesona dengan kecantikan dan keasrian pemandangan di kawah putih ini; dan bagi saya yang menjadi tour guide ini merupakan kepuasan tersendiri.

Tadi pagi kami menikmati keindahan Situ Patengan – sayang hujan lebat yang turun membatalkan kunjungan kami ke Ranca Upas sehingga kami putuskan untuk bergerak ke Pangalengan dalam cuaca hujan, dan setelah menikmati santap siang sop buntut istimewa di rumah makan Asti, plus tidak lupa tentunya minum susu segar hangat yang merupakan salah satu minuman  khas di Pangalengan ini (karena pangalengan terkenal dengan produksi susu segarnya), saya sendiri lebih memilih Bandrek susu, kami mencoba untuk mengeksplore Pangalengan.

Karena saya juga baru pertama kali ke Pangalengan maka saya juga tidak terlalu tau dengan pasti mau dibawa kemana rombongan ini hehehe, sempet muter-muter di perkebunan teh Malabar dan sempet liat penunjuk arah bertuliskan makam Boscha, tapi karena cuaca yang masih hujan rintik-rintik kami tidak turun untuk jalan kaki kesana,  dan kini akhirnya disinilah kami berada diantara perkebunan teh menuju ke Cibolang.

Kami terus menyelusup memasuki jalan perkebunan teh yang  dimiliki oleh PT Perkebunan Negara VIII (PTPN VIII), mobil kami terguncang-guncang oleh lubang-lubang jalanan dan sesekali menyeberangi genangan air hujan. Didepan kami tampak kaki gunung entah gunung apa namanya saya tidak tahu pasti – yang jelas disisi kiri gunung tersebut dari kejauhan tampak instalasi panas bumi Wayang Windu (yang ini saya tau karena nanya orang) dengan uap putihnya yang tebal membumbung tinggi kelangit yang saat itu berwarna kelabu karena mendung. DiKaki gunung ini juga tampak garis-garis pipa besar berwarna keperakan yang sangat kontras dengan latar belakang kaki gunung yang hijau tertutup perdu teh maupun pepohonan lainnya. Pipa tersebut nampaknya untuk mengalirkan entah uap panas atau gas ke atau dari instalasi panas bumi.

Beberapa kali saya terpaksa bertanya kepada orang untuk meyakinkan arah ke cibolang ini, maklum makin masuk ke dalam perkebunan suasananya makin sepi dan jalannya pun tidak meyakinkan bahwa itu menuju daerah wisata.

Sampai akhirnya kami melihat ada jalan yang menyimpang ke kiri menuju sebuah gerbang dengan tulisan pemandian air panas tirta camellia – cibolang, langsung saja mobil saya arahkan ke bangunan tersebut.

Ditempat parkir saya liat 2 – 3 mobil dan beberapa sepeda motor sedang parker, dari tempat parkiran ini saya juga bisa melihat ada dua buah kolam renang, kemudian bangunan semacam kantin yang terlihat tidak terawat dengan baik dan di ujung dekat kolam renang terlihat bangunan dengan beberapa pintu yang ternyata ruang berendam – tadinya saya pikir kamar ganti atau toilet.

Secara umum suasananya saat itu tidak terlalu ramai entah karena kami datang sudah sore, sekitar 15.30 atau memang suasananya sehari-hari memang seperti ini?

Saya menunggu pendapat rombongan apakah OK dengan kondisi pemandian ini? Soalnya adik-adik saya ini sangat concern terhadap kenyamanan dan kebersihan tempat wisatanya mengingat mereka membawa anak-anaknya yang masih kecil-kecil.

Setelah melihat bahwa kolamnya bersih walaupun tidak terlalu luas, akhirnya disepakati untuk menghabiskan waktu disitu, apalagi anak-anak sudah tidak sabar ingin berenang – sayangnya sarana ganti pakaiannya sangat tidak memadai diruang toilet yang gelap karena tidak ada lampunya, namun demikian tidak mengurangi kegembiraan  anak-anak untuk berenang.

Bapak-bapaknya pun juga tidak ketinggalan ingin berendam, soalnya memang nikmat bisa berendam di kolam air hangat ditengah perkebunan teh yang sejuk apalagi tubuh ini sudah cukup penat menyetir seharian…..terapi berendam air hangat ini mampu membuat tubuh fresh kembali…..

Apalagi cuaca yang tadinya gerimis kini berangsur cerah, sehingga udara terasa begitu sejuk dan bersih nikmat sekali untuk berendam di kolam air hangat ini.

Alya, Mira dan Faris yang biasanya nggak suka berenang sekarang sudah asyiik bermain air bersama, sementara Qatri masih asiik berenang sama ayahnya. Alin dan Arif juga asiik berenang, Tanto yang tadinya tidak ingin berenang dengan alasan tidak bawa celana ganti lagi akhirnya berenang juga. Hanya Fina dan ibu-ibunya saja yang nggak berenang…..

Belakangan saya baru tahu ternyata ada dua buah pemandian air hangat di Cibolang ini, satu milik perkebunan (PTPN) ini yang saya kunjungi dan satunya milik PT. Perhutani lokasinya masih disebelah atas lagi dari tempat kami ini. (wah kapan-kapan perlu tau juga tuh pemandian yang satunya)

Sementara kami dan anak-anak berenang, Susan isterinya Teguh sibuk booking hotel, memang yang untuk Pangalengan ini kami tidak booking hotel dari awal seperti ketika kami kemarin ke Ciwidey – soalnya memang rencana eksploring Pangalengan ini saya masukan dalam optional item – tergantung cuaca, dan waktu yang tersedia-  tujuan utamanya adalah Ciwidey dan sekitarnya.

Segarnya berendam di kolam air hangat di alam terbuka di kaki gunung yang sejuk dan ditengah pemandangan kebun teh membuat kami lupa waktu, tidak terasa sudah pukul 17.15 – kami harus bergegas mentas nih supaya tidak terlalu malam dijalan.

Menjelang jam 17.45 kami sudah berada di mobil kami masing-masing, dan selanjutnya bergerak kembali menyusuri jalanan perkebunan untuk kemudian masuk ke jalan utama mengarah ke Pangalengan.

Cuaca yang cerah membuat kami bisa menikmat senja yang indah di perkebunan teh ini, Matahari yang kini mulai memasuki horizon menyemburatkan warna jingga di langit sekitar tempatnya berada. Sisa cahayanya membuat siluet-sluet tegas dari pepohonan yang berdiri tegak di tengah-tengah perdu teh yang datar. Indah sekali, kami sampai terpaksa berhenti dipinggir jalan untuk mengabadikan dan menikmati proses masuknya sang matahari ke peraduannya. Siangpun berganti malam.

Dalam suasana malam perkebunan kami lanjutkan ke Pangalengan, sengaja kami tidak langsung ke hotel tapi mencari makan dulu mengingat perut sudah perlu di isi, apalagi udara dingin menyebabkan kami lebih cepat lapar.

Setelah menikmati santap malam sate ayam dan kambing yang maknyuss kami pun menuju hotel tidak lama setelah pembagian kamar dan menurunkan barang-barang, masing masing keluarga masuk kamarnya untuk beristirahat dan membawa kesan perjalanan hari ini dalam tidurnya masing-masing……zzz…zzz…zzz.

Pabrik Teh Hitam Cukul

Slluuurrppp…….ahhhhh, saya seruput teh manis panas yang terhidang di meja makan tersebut….sisa rasa daun tehnya masih tersisa di lidah saya……hhmmm nikmatnya teh hitam Cukul. Rasa teh yang tertinggal di lidah tersebut membawa lamunan saya kembali ke perjalanan kami mendapatkan teh tersebut.
Kami tengah dalam perjalanan turing keluarga saat itu, Minggu pagi 28 Februari 2010 dengan tiga mobil kami menyusuri jalanan Pangalengan – Cukul – Cisewu – Ranca Buaya, sebelumnya kami sempat mampir di situ Cileunca. Menikmati pemandangan situ tersebut dan mengambil foto-foto untuk koleksi album kami. Dibandingkan situ Patengan yang kami kunjungi pada hari Sabtu sebelumnya situ Cileunca ini tampaknya tidak sepopuler situ Patengan, pengunjungnya lebih sedikit dan fasilitas yang ada disana tampak kurang terawatt padahal situ ini cukup indah juga lho – ada bagusnya juga sih jadi lebih sepi dan bisa lebih menikmati pemandangannya.

Selesai menikmati keindahan situ Cileunca kami segera bergerak melanjutkan perjalanan menuju pantai Ranca Buaya melalui Cukul dan Cisewu – dengan yang sekarang ini maka saya telah melewati rute ini sebanyak tiga kali, yang dua sebelumnya saya melintas pada malam hari dan satu lagi pada siang hari saat kabut pekat turun menyelimuti perkebunan teh Cukul dan keduanya saya datang dari arah Ranca Buaya sehingga berada di sisi dinding bukit.
Namun Kali ini saya melintasi kawasan ini dipagi hari yang cerah dan indah, sehingga benar-benar kami bisa menikmati moleknya pemandangan yang ada di perkebunan teh Cukul – yang terhampar didaerah perbukitan dan meliputi area seluas 1200 hektar. Dan kami bisa merasakan ngerinya melipir jalanan disisi jurang-jurang yang dalam……. apalagi di beberapa tempat sebagian bahu jalan ini terlihat longsor…..Beberapa kali rasa semriwing muncul saat menekuk tikungan-tikungan tajam dipinggir jurang….seandainya tidak berhasil menekuk tikungan tsb hiiiii serem.
Rombongan kami terus melipir jalanan dipinggang bukit ini sampai tiba di suatu tempat 28 kilometer sebelum Cisewu dimana jalanan ditutup tidak bisa dilalui, karena tertutup longsor – semua kendaraan ke cisewu hanya bisa sampai disitu saja….

Rencana kunjungan ke Ranca Buaya pun terpaksa dibatalkan…..Ada rasa kecewa, tapi tidak mengapa juga sih toh masih bisa disimpan untuk tujuan turing keluarga berikutnya dan yang terpenting penyebab batalnya ke Ranca Buaya karena Act of God…..tanah longsor bukan karena kemauan kita.

Rombongan pun berputar balik kembali ke arah Cukul, menjelang tiba di cukul Een adik saya usul untuk mampir mengunjungi pabrik teh Cukul, ok bisa di coba juga tuh walaupun belum tau apakah diperbolehkan atau tidak oleh pihak pabrik.

Akhirnya kami tiba di pabrik teh hitam Cukul, yang terletak tepat di sebuah tikungan. Kami sampaikan maksud kami kepada satpam pabrik dan diluar dugaan; kami diterima dengan tangan terbuka. Bahkan pak Irawan (kalo tidak salah demikian namanya) dan seorang temannya (lupa namanya siapa) dari pabrik bersedia menjadi tour guide kami selama factory visit ini.
Kami dijelaskan tahapan-tahapan pembuatan teh, banyak info baru yang kami peroleh misalnya ternyata teh hitam maupun teh hijau berasal dari daun teh yang sama, yang menyebabkan menjadi teh hijau atau teh hitam adalah proses pembuatannya.

Pabrik teh Cukul ini khusus mengolah teh hitam, dan pabrik ini tergabung dalam group teh Sosro (Rekso Group) yang produk terkenalnya adalah teh botol sosro.
Walaupun gedung pabriknya terlihat tua (kalo tidak salah berdiri tahun 50an, justru ini yang membuat terlihat antik dan menarik), namun terlihat bahwa manajemen pabrik dilakukan secara modern dan concern terhadap mutu (quality).
Tahukah anda ternyata para pemetik teh setiap harinya total bisa memetik sampai 15 ton daun teh segar, dan jumlah itulah yang diolah oleh pabrik teh Cukul ini setiap harinya…..

Kami juga melihat ruang tester teh dimana bercangkir-cangkir teh yang merupakan sampal dari masing-masing batch yang diproduksi di cicipi untuk menentukan qualitas dan grade nya.

Menjelang jam 11.00 kami akhiri kunjungan kami ke pabrik teh hitam Cukul ini, dan kami ternyata diberi oleh-oleh tiga kantong teh hitam produksi Pabrik teh hitam Cukul ini……wah senang sekali, benar-benar luar biasa penerimaan mereka terhadap kunjungan kami ini……pastinya ini cerminan dari manajemen yang baik…..
Sllurrrp…..ahhh aku teguk lagi teh hitam yang tersisa di cangkir…..hmm nikmatnya. tegukan yang juga mengakhiri kenanganku atas perjalanan kami ke pabrik teh hitam Cukul yang menyenangkan…..

Guru Menyetir Saya

Jauh sebelum saya menjadi biker yang gemar turing jarak jauh saya lebih sering travelling dengan menggunakan mobil.

Alhamdulillah tidak terasa sudah banyak juga tempat yang saya kunjungi bersama keluarga dengan bermobil.

Ketika saya masih dinas di Medan (1995 – 1997) saya berkesempatan keliling Aceh, berangkat melalui pantai timur(Medan – Lhokseumawe – Banda Aceh) dan pulangnya lewat pantai barat (Banda Aceh – Meulaboh – Tapak Tuan – Kaban Jahe – Medan), semuanya saya menyetir sendiri.

Beberapa tempat lain yang saya pernah kunjungi dengan bermobil bersama keluarga dan menyetir sendiri antara lain adalah; Bali, Palembang, Bromo, Yogya dan lain-lain.

Bapak sayalah yang mengajari saya mengemudikan mobil dan menularkan kegemaran travelling keluarga dengan mobil

Dimata saya Beliau adalah pengemudi yang handal, tahan menyetir jarak jauh, sopan dan santun di jalan dan mengutamakan keselamatan.

Bapak pernah mengajak kami ke Surabaya, Jember, keliling Madura, ke Yogya …..semuanya beliau yang menyetir sendiri – saat itu anak-anaknya belum ada yg bisa menyetir. Barulah ketika kami pergi ke Bali (sekitar 1982) Bapak bisa agak berisitirahat, karena saat itu saya dan mas Anang sudah bisa menyetir mobil.

Bapak sangat strict soal aturan usia untuk mengemudi mobil, jadi kalo belum 17 th. Sudah pasti tidak akan diperbolehkan menyetir mobil. Sebaliknya ketika usia saya 16 tahun Beliau menyuruh saya untuk membuat SIM C untuk mengendari motor, saat itu batas usia untuk memperoleh SIM C adalah 16 th (nggak tau deh kalo aturan sekarang berapa batas usianya).

Bapak menyuruh saya untuk membuat surat keterangan dari kelurahan bahwa usia saya 16 tahun, Beliau juga mengantar saya ke Polda (dulu KOMDAK) untuk mendaftar ujian SIM, ketika petugas pendaftar menolak berkas pendaftaran saya – dengan alasan saya belum mempunyai KTP; Bapak maju mempertanyakan mana aturan yang mensyaratkan harus punya KTP baru boleh bikin SIM C wong syaratnya berusia 16 tahun – si petugas gak bisa berkutik akhirnya saya diperbolehkan ikut ujian teori dan besoknya ikut ujian praktek, dapet deh SIM C untuk naik motor.

Entah Bapak belajar darimana semua yang diajarkan kepada saya merupakan teknik mengemudi yang baik dan aman. Bapak mengajarkan teknik menyusul yang aman, tidak memaksakan diri dalam menyusul, tidak menyusul di jembatan, tidak menyusul di tikungan. Membunyikan klakson di tikungan-tikungan tajam untuk memberi tahu kendaraan dari arah berlawanan akan keberadaan kita.

Beliau juga mengajarkan cara mengemudikan yang aman di malam hari, mengajari tentang isyarat2 lampu, juga mengajarkan etika berkendara seperti tidak berjalan lambat di jalur kanan, memprioritaskan kendaraan yang sedang menanjak dan masih banyak lagi.

Semua etika2 tsb saat ini seringkali tidak diindahkan lagi oleh banyak pengemudi; seperti menjalankan mobil berlambat-lambat di jalur kanan, jika diklakson malah marah2, atau tidak memberi prioritas kendaraan yang sedang menanjak – yang ada siapa yang lebih berani dia yg menguasai jalan. Atau saat hujan menyalakan lampu Hazard (kedua sein nyala berkedip-kedip) padahal mobil yg bersangkutan tidak sedang berhenti – mereka tidak mengerti lampu hazard hanya digunakan untuk mobil yang sedang berhenti/mogok.

Namun demikian Bapak saya jugalah seorang manusia biasa, suatu saat juga bisa meledak emosinya – namun karena emosinya yang meledak inilah saya jadi bisa berkesempatan melihat salah satu aksi ketrampilan Beliau mengemudikan mobil.

Ceritanya saat itu sedang pemilu di masa orba dulu, waktu itu cuma ada tiga partai politik peserta pemilu, Hari itu sedang kampanye dari salah satu parpol; mereka konvoi menggunakan belasan (mungkin puluhan malah) truk terbuka dan bis menuju lokasi kampanye di Senayan.

Saat itu kami melaju dijalan Thamrin menuju rumah di Kebayoran, melihat ada konvoi tersebut, Bapak mengambil jalur kiri membiarkan konvoi kampanye tersebut lewat dengan lancar dijalur tengah – namun tiba-tiba peserta kampanye dari salah satu truk terbelakang melempari mobil kami dengan batu.

Tidak terima dengan perlakuan tersebut Bapak kemudian ngebut menyalip dan memotong satu persatu kendaraan yang sedang konvoi secara zig zag diantara kendaraan peserta konvoi..….. mobil Peugeot 404 th 63 kami pun meliuk-liuk mengikuti putaran kemudi Bapak…kereeeen bo. (jangan-jangan Bapak saya jago drifting juga kali ya….hehehe)

Terima kasih Bapak atas semua didikan yang telah diberikan, saya tidak bisa membalas budi baik Bapak…..hanya doa yang dapat saya panjatkan kepada Allah untuk Bapak.

Nah siapa guru mengemudi anda…?

***) ditulis untuk mengenang Almarhum Bapakku : Drs Imam Saroso

Memutar yang Baik (untuk Biker)

Beberapa waktu yang lalu ada postingan di salah satu milis komunitas biker yang saya ikuti, yang menanyakan bagaimana cara memutar yang baik, Namun karena kesibukan saya menyebabkan saya tidak sempat mengikuti topik tersebut sehingga tidak tahu bahasan teman2.

Menurut saya cara memutar yang baik adalah sebagai berikut dibawah ini, mohon di ingat ini adalah pendapat pribadi saya berdasarkan pengalaman selama ini. Apabila ada saran memutar yang lebih baik yang dikeluarkan dari sumber yang kompeten, maka silahkan ikuti saran tersebut.

Dalam memutar ada tiga hal utama yang harus diperhatikan.

1. Tempat Memutar
2. Proses/prosedur Memutar
3. Mengutamakan keselamatan baik diri sendiri maupun orang lain.

1. Tempat Memutar

a. Jalan yang memiliki pemisah jalur

1. Jika jalanan memiliki pembatas jalan, maka berputarlah di tempat putaran yang memang disediakan untuk kita (ada rambu tanda berputar – U Turn).

2. Jangan berputar ditempat putaran yang diperuntukan kendaraan dari arah berlawanan, ataupun yang terdapat rambu dilarang berputar (U Turn – dicoret)

3. Jangan berputar di ujung lampu pengatur lalu lintas (traffic light), kecuali jika ada rambu diperbolehkan memutar ditempat tersebut.

4. Jangan sekali-kali menggunakan jembatan penyeberangan untuk berputar, jalur tanjakan yang disediakan dijembatan penyerberangan adalah untuk gerobak pedagang, bukan untuk sepeda motor. Jembatan penyeberangan adalah untuk pejalan kaki bukan untuk sepeda motor, jika anda menggunakan jembatan penyeberangan untuk memutar, selain melanggar aturan lalu lintas, anda jelas adalah biker kampungan

b. Jalan yang tidak memiliki pemisah jalur

1. Jika jalanan tidak memiliki pemisah jalur maka carilah tempat yang cukup lebar untuk memutar dan jalur yang lurus serta datar.

2. Jangan memutar di tanjakan/turunan yang terjal (ada kemungkinan anda tidak terlihat oleh pengendara lain, selain itu kemiringan jalan bisa mengganggu keseimbangan motor)

3. Jangan memutar di jalanan yang menikung – posisi anda mungkin tidak terlihat oleh pengendara lain yang akan masuk ke tikungan tersebut.

4. Jika situasi lalulintas ramai tunggu sampai situasi cukup aman untuk berputar, selama menunggu jika perlu berhent dulu di sisi kiri jalan.

2. Prosedur memutar

1. Nyalakan lampu sein setidaknya 50 m sebelum U Turn

2. Lihat spion untuk mengetahui posisi kendaraan2 dibelakang kita

3. Saat berpindah dari jalur kiri ke kanan jangan memotong jalan terlalu tajam

4. Jika kendaraan dari belakang cukup ramai jangan paksakan diri untuk memotong

5. Jika sudah berada diputaran, perhatikan arus dari arah berlawanan, tunggu sampai situasinya memungkinkan anda untuk keluar dari putaran. Memaksakan diri langsung keluar dari putaran bisa membahayakan diri anda dan pengguna jalan lainnya.

6. Keluar dari putaran jangan langsung memotong arus

7. Berpindahlah dari jalur kanan ke kiri dengan menyalakan sein dan memperhatikan arus kendaraan dari belakang anda.

3. Utamakan keselamatan.

Utamakan keselamatan adalah hal terpenting dalam kita mengendarai kendaraan (baik motor maupun mobil). Kedua poin diatas (tempat memutar dan proses memutar) semuanya dimaksudkan agar kita selamat, jadi jangan ragu untuk maju mungkin 100 – 200 meter kedepan untuk mencari tempat berputar yang aman, daripada anda memaksakan diri berputar ditempat yang membahayakan.

OK Bro and Sis…selamat berputar dan tetap utamakan keselamatan……

Mau Menarik….? jangan lebai Plissss

“Kriiiiiiiiiiiiiiiingg…” sebuah jam beker tampak berdering panjang dan nyaring diatas sebuah meja. Tiba-tiba braak! Sebuah tongkat bisbol (baseball) menghantam si jam beker tanpa ampun, jam bekerpun jatuh dan hancur berantakan.

Kemudian tampak seorang gadis cantik – si pemegang tongkat bisbol, sedang ber hahaha-hihihi dengan seseorang melalui hand phone nya.

Sesaat kemudian tiba-tiba si jam beker yang sudah hancur ini berdering kembali, si gadis cantik tampak kesal dan dengan bengis (lihat mimik mukanya) menghantamkan kembali tongkat bisbol ke jam beker tersebut………

Diatas tadi adalah adegan sebuah klip iklan sebuah operator telepon selular, iklan ini begitu seringnya ditayangkan di layar kaca televisi di rumah anda akhir-akhir ini.

Mungkin anda sering melihatnya, juga mungkin anak-anak anda…….dan kita tidak tahu apa yang ada di benak anak anda ketika melihat adegan tsb.

Terus terang saya tidak suka iklan ini, terlalu mengumbar kekerasan, kemarahan, semangat penghancuran…….

Walaupun jam beker bukan benda hidup, tapi pesan menghancurkan benda itu begitu kental, seakan kita boleh marah dan menghancurkan setiap benda yang mengganggu kesenangan kita.

Menurut saya ini adalah contoh iklan yang tidak pantas, karena mengajarkan kekerasan dan mengumbar kemarahan…… Bayangkan jika cara-cara penghancuran seperti itu di tiru oleh anak-anak kita, mungkin yang dihancurkan mainannya sendiri dengan menggunakan tongkat golf bapaknya….mungkin. Supaya dibelikan mainan yang baru hehehe…..

Jika kita amati iklan-iklan di TV banyak sekali yang tidak pantas sebenarnya karena mengajarkan hal-hal yang buruk terutama kepada anak-anak.

Memang sebuah iklan harus kreatif dan menarik sehingga produk yg di iklan kan tertanam di benak pemirsa, namun pastinya ada cara-cara kreatif lain yang lebih elegan, lebih santun, terhormat dan mendidik dalam mengiklankan suatu produk…..

So, mau menarik?……jangan lebai plis.

Yang Tercepat

“Yah, kata tante Susan ayah nyetirnya kenceng juga ya” Demikian kata Alin anakku meneruskan komentar dari adik iparku Susan – saat itu kami sedang berkonvoi tiga mobil dalam perjalanan menuju Garut – Jawa Barat.

Mendengar komentar itu saya jadi berpikir, apa bener saya nyetirnya kenceng? menurut saya sendiri saya termasuk slow driver.

Dari empat bersaudara yang lelaki dalam keluarga saya, yaitu Mas Anang (alm), Mas Kokok, Saya sendiri dan si bungsu Teguh maka yang tercepat baik dalam mengendarai mobil maupun menunggangi motor adalah almarhum Mas Anang.

Mas Anang nggak pernah pelan kalo bawa mobil, gaya mengemudinya kenceng dan berani tapi tidak kasar atau ugal2an – sebenernya saya seneng dengan gaya mengemudinya tapi tidak demikian dengan Bapak, dia tidak terlalu cocok dengan gaya mengemudi Mas Anang.

Makanya kalo pergi liburan keluarga bersama Bapak, beliau lebih suka saya yang mengemudikan mobil, mungkin karena saya belajar mobil langsung dari didikan Bapak, maka sebagian gaya mengemudi Bapak menurun ke saya. Mas Anang dan Mas Kokok seingat saya belajar mengemudi sendiri, ini karena mas Anang lama tinggal di Yogya (kuliah) sedangkan mas Kokok lama dinas di Ambon.

Teguh sendiri sebenarnya pengemudi yang baik dan setahu saya juga diajari menyetir oleh Bapak, sayang kecelakaan hebat di Pantura tampaknya meninggalkan trauma yang dalam, sehingga kelihatannya sekarang jadi kurang pede untuk menyetir jarak jauh.

Mas Anang jugalah yang mengajari saya pertama kali bawa motor di jalanan luar kota, tepatnya dari Yogya ke Kaliurang. Saat itu saya masih kelas 3 smp saya dikasih kepercayaan untuk mengendarai Yamaha DT 100 (motor trail) sementara dia mbonceng sambil memberi instruksi bagaimana cara mengambil tikungan, memainkan perpindahan gigi di jalanan yang menikung dan menanjak. Bagaimana menggunakan engine brake di jalanan menurun, bagaimana menyusul yang baik dan lain sebagainya.

Rasanya itulah pelajaran turing motor saya yang pertama kali.

Sayang penyakit jantung yang diderita mas Anang menyebabkan mas Anang harus lebih dahulu meninggalkan kami untuk menghadap Allah SWT pada usia yang relative masih muda (40th). Terima kasih mas Anang atas segala pelajaran riding skill nya.

Nah bagaimana dengan keluarga anda? Siapakah yang tercepat dalam keluarga anda……..

Ketika Saya merasa Menjadi Biker Cupu

Kamis malam 18 Februari 2010, sekitar jam 20 dengan menunggang Mat Item – Yamaha scorpio ku saya tinggalkan halaman kantor yang berada di kawasan Tanjung Priok untuk pulang menuju rumahku di daerah Pasar Minggu.

Gerimis tipis yang saat itu turun tidak begitu saya pedulikan, saya arahkan mat item menyusuri jalan Yos Sudarso, lalulintas malam itu masih ramai namun lumayan lancar.

Di lampu merah perempatan jl Pemuda – Pramuka, lampu lalulintas menyala merah, sayapun berhenti demikian juga dengan motor2 lain, tiba-tiba boncenger di motor sebelah bertanya pada saya.

“Pak, jalan ke Merak lewat mana ya?”

“Heh, ke Merak?” tanya saya balik, seakan tidak percaya, sambil memperhatikan sipenanya yang ternyata seorang perempuan berperawakan agak gemuk.

“Iya pak ke Merak” katanya meyakinkan saya.

“Wah masih jauh dari sini mbak – ya udah ikuti saya dulu deh nanti didepan saya jelasin” kata saya soalnya lampu sudah menyala hijau.

Motor si gemuk inipun mengikuti motor saya membelok ke jalan pramuka. Diujung jalan pramuka kami berhenti si gemuk ini turun sementara ridernya tetep menunggu di motor.

Kini saya lebih bisa memperhatikan lagi sosok perempuan ini, badanya tidak terlalu tinggi ya rata2 tinggi perempuan Indonesia lah, perawakannya agak gemuk usianya mungkin belum 30 tahun, pakaiannya bersahaja, celana jin ¾ tanpa sepatu (pakai sandal), mengenakan jacket anak muda yang ada kupluknya, dan pake helm half face. Jelas perempuan ini bukan anak motor, ataupun anggota klub motor yang sedang turing.

“Memangnya mau ke Merak ya mbak?” tanya saya kembali meyakinkan akan tujuan mereka.

“iya pak” jawab nya.

“Ya udah kamu nanti dari sini lurus aja terus cari jalan yang arah Grogol, terus ke Tangerang”

“Kamu tau Grogol kan?” tanya saya

“Ndak Pak, saya ngak tau, saya baru nyampe dari Blitar” katanya….

“Hah Blitar?… Mas yang itu tau nggak Grogol?” kata saya sambil menunjuk si Rider yang ada diatas motor (saya berpikir si gemuk ini orang Blitar dan diboncengin sama si Rider ini yang orang Jakarta).

“Dia Ndak tau juga pak, dia bareng-bareng saya dari Blitar, dan dia juga perempuan” kata si Gemuk menjelaskan…..(si rider ini pake helm full face makanya saya nggak tau kalo dia perempuan)

“Hah jadi kalian dari Blitar?…..trus tadi darimana?”….tanya saya dan makin kaget

“Iya kami tadi dari Tanjung Priok mau nyari kapal ke Lampung, tapi nggak ada dan disarankan ke Merak aja” katanya menjelaskan…….

Ampun deh dua perempuan ini nekat banget, dari Blitar mau ke Lampung nyari kapal ferry nya di Tanjung Priok…….huehehe dapet info darimana dia – dan sekarang mau menuju ke merak…..luar biasa.

Saya sudah paham duduk perkaranya sekarang……

“Mbak, Merak itu jauh lho masih 120km lagi sekarang jam 20.30 paling cepet si mbak sampe sana jam 12 malem. Gimana berani mbak?” tanya saya menjelaskan.

“Iya berani pak..” jawab si gemuk semangat, optimis dan tanpa keraguan sedikitpun……

Seandainya dia jadi ragu-ragu untuk melanjutkan perjalanan, saya sudah siap menawarkan untuk mampir ke rumah dan istirahat saja dulu dirumah saya, baru besoknya melanjutkan perjalanan.

Tapi karena mereka begitu ingin untuk melanjutkan perjalanan akhirnya saya putuskan untuk memandu dia sampai ke Daan Mogot (gila apa kalo saya biarin jalan sendirian – bisa2 nggak keluar-keluar dari Jakarta mereka), kalo saya lepas di Daan Mogot nanti mereka bisa tinggal lurus saja ke Tangerang dan lanjut ke Merak.

Si gemuk yang tampaknya menjadi leadernya kini mengambil alih stang kemudi, dengan lincah mengikuti saya dan mat item menerobos ramainya lalulintas malam itu.

Kami sempet berhenti dulu untuk mengenakan jas hujan karena gerimisnya kini berubah menjadi hujan (tapi tidak lebat), waktu berhenti ini saya makin yakin mereka bukan anak club motor – saya perhatikan motornya Suzuki Smash (no pol AG4854KB) spionnya hanya ada sebelah kanan, jas hujan yang dipakai ponco ini pun cuma satu buah….kalo anak club motor yg lagi turing pastinya kelengkapan motor kumplit, plus jas hujan tipe dua pieces bukan ponco.

Pas berhenti pake jas hujan inilah baru saya sempet nanya nama mereka – Si gemuk ini bernama Tata, sementara temannya yang bertubuh langsing dan lebih tinggi ber nama Novi……

Saya tanya kapan mereka berangkat dari Blitar, kemarin malam kata mereka….bawa motornya gantian katanya.

Wah bener2 berani luar biasa dua perempuan ini, saya langsung merasa jadi Biker Cupu didepan mereka, turing2 saya semuanya gak ada apa2nya. Kalo saya kan turing dipersiapkan dengan matang cari info di internet dulu, liat petanya, kalo rutenya belum dikenal pasti aku libas siang hari dlsbnya, Nah mereka ini lebih edan ternyata jalan malem Blitar – Jakarta sendirian pula, terus lanjut jalan malem lagi Jakarta – Lampung. Nggak bawa peta….blom pernah ke Jakarta….bener-bener biker pemberani.

Weeks bandingan dengan anak club motor….jalan rame-rame, bawa peta, bawa gps plus pake rakom (radio komunikasi), ditiap kota yang dituju disambut dan diantar club lokal setempat…hehehe

Saya angkat topi deh buat keberanian mereka, entah keperluan apa yang menyebabkan mereka senekat itu…… saya hanya bisa berdoa semoga Allah memberi kemudahan dan keselamatan kepada mereka.

Di Jalan Daan Mogot, saya kasih briefing terakhir, mereka mengucapkan terima kasih dan langsung lanjutkan perjalanan kamipun berpisah. Saya berputar di putaran pertama yang saya jumpai untuk kembali menuju ke rumah….sambil masih terus berpikir betapa cupunya saya di banding mereka……….

Salam/imam arkan

Bekal

Kemarin sore karena badan tidak fit saya pulang on time dari kantor, Alhamdulillah tiba dirumah pas adzan magrib berkumandang, setelah memasukan motor ke halaman rumah saya bergegas ke masjid tanpa sempat berganti pakaian hanya sempat menyambar payung saja….maklum mendung tebal bergelayut dilangit siap menghunjamkan titik air hujan ke bumi.

Dijalan menuju mesjid saya bersua dengan jiran saya seorang Bapak-bapak yang juga akan ke mesjid.

“Asalamualaikum…” ujarnya sambil menyalami tangan saya.
“Waalaikumsalam…” jawab saya sambil menjabat tangannya.
“Udah pulang Mam?…” tanyanya lagi (biasanya saya memang tidak pernah pulang sore, selalu malam)
“Iya pak, ini baru nyampe dari kantor terus langsung mau ke mesjid” kata saya menjelaskan, sambil berjalan di sisinya.
“Iya baguslah, kita ini kan lagi ngumpulin bekal” katanya ringan, “Apalagi disana nanti gak ada yang bisa kita sogok pake duit kita Mam, kalo kita nggak punya amalan, terus bekal apa nanti yang kita bawa coba?” ujarnya lagi setengah bercanda….

Walaupun disampaikan dengan bercanda, namun sangat mengena di hati saya….”Bener juga apa yang dikatakan dia, kita di dunia inikan seharusnya mengumpulkan bekal untuk akherat bukan untuk menumpuk harta dunia, memangnya kita bakalan selamanya hidup didunia? tujuan akhirnya kan akherat, final destination nya akherat bukan dunia…..”

Jadi sudahkah kita disela-sela kesibukan kita bekerja memenuhi kebutuhan hidup (untuk yg hidupnya msh pas-pasan) ataupun sibuk untuk menumpuk harta (untuk yg hidupnya sudah mapan), ataupun disela-sela kesibukan kita menuntut ilmu (buat yg masih kuliah, atau belajar) apakah sudah kita upayakan untuk mengumpulkan bekal untuk di akherat kelak.

Jika jawabnya “Belum”, maka sebaiknya mulailah dari sekarang…..mumpung masih diberi umur oleh NYA.

Touring Jalur Pantai Selatan Jawa Bagian Barat : Ujung Genteng – Pamengpeuk. #2-2

Tantangan dimulai deh, motor jalannya ajrut-ajrutan nggak bisa milih jalan, stamina terkuras karena harus konsen dan menjaga keseimbangan, tapi sambil ngeliat pemandangan juga hehehe…..; kira-kira dua kilo jalan gak ada perubahan malah makin parah, jadi sempet ragu juga bener nggak sih ini jalannya. Tanya lagi ke penduduk, dijawab bener. Nanya lagi “ini jalannya kayak gini terus ya sampai di Agra Binta?” dijawab “oh nggak pak nanti ada yang bagusnya juga selang seling deh” katanya.

Bagus deh ada harapan jalan bagus, soalnya di pal kilometer tadi disebutkan Agra Binta 34km…..kan kalo 34km ajrut-ajrutan gini bakalan gempor juga kita.
Perjalanan dilanjutkan dengan pelan-pelan saja paling gigi 1 atau gigi 2 aja, akhirny sekitar 20 km dari Agra Binta jalanan membaik – wuih lega rasanya.
Sepanjang perjalanan Tegal beleud – Agra Binta kontur alam masih sama, perbukitan dan banyak kebun kelapa, jarak antar kampong berjauhan kendaraan yang melintas hanya truck ¾ dan pickup yang mengangkut hasil bumi, angkutan umum tidak terlihat, sepi banget. Lumayan runyam kalo motor ada trouble di ruas ini. Motor sang suhu aja sil shockbrekernya jadi bocor…..tapi masih sanggup melanjutkan perjalanan.
Akhirnya kami tiba di Agra Binta sekitar jam 11.15, kami lanjutkan perjalanan menuju sindang barang yang berjarak 15km dari Agra Binta, kali ini jalanan sudah lebih baik dan terlihat angkutan umum berupa minibus Elf. Namun walaupun jalanan sudah lebih baik untuk mencapai Sindang Barang kami harus melalui 2 buah jembatan darurat, berupa jembatan baley yang lantainya berupa balok papan kayu……
Bener-bener deh kami seperti habis menembus daerah terisolir saja….padahal ini dipulau jawa lho.
Adzan dzuhur terdengar ketika kami memasuki Sindang Barang – dan ternyata tidak ada pom bensin di Sindang Barang ini padahal kota ini termasuk kota yang cukup ramai. Bro Arif terpaksa mengisi bensin eceran untuk bisa melanjutkan perjalanan, sedangkan bensin mat item masih cukup untuk mencapai pamengpeuk.
Saya sudah lega bisa mencapai Sindang Barang ini dengan selamat, karena dari Sindang Barang ke arah Pamengpeuk sebagaian besar saya sudah pernah lewati, tinggal sepotong saja yaitu dari Cidaun/Cijayanti ke Ranca Buaya itu saja yang belum saya lewati. Artinya rute selanjutnya saya sudah familiar.
Kami lanjutkan perjalanan menuju Cidaun (sekitar 25km dari Sindang Barang) – saya pernah ke Cidaun Maret 2009 kemarin bersama bro Djafron dan bro Wawan, kali ini saya lihat disamping jembatan darurat yang menuju cidaun sudah dibangun jembatan baru……baguslah sudah ada perbaikan, juga sebagian lubang saya liat sudah ditambal.
Dicidaun ini kami mampir dulu ke pantai Cijayanti – buat santap siang dan istirahat saat itu jam sudah menunjukan pukul 13.00. Santap siangnya nikmat banget pake ikan bawal bakar yang masih seger dan daging semua (bawal fillet?) sampai nggak abis tuh ikan bakarnya udah kekenyangan….yummy banget bo.
Menjelang jam 15 perjalanan kami lanjutkan dalam cuaca hujan, antara Cijayanti – Rancabuaya (15km) ini ada ruas yang masih rusak kira-kira sepanjang 2 kilo meter adanya selepas Cijayanti selanjutnya jalanan bagus.
Sayangnya saat itu hujan lebat, kalo tidak kami akan lebih bisa menikmati pemandangan yang disuguhkan alam kepada kita, kami berada diperbukitan dimana disebelah kanan ada persawahan hijau yang membentang dan berbatasan dengan laut/pantai, disebelah kiri kami perbukitan terbuka yang digunakan berladang oleh penduduk. Sangat indah – ditempat-tempat yang tidak digarap manusia perbukitannya masih berupa hutan2 kecil penuh pepohonan.
Setibanya di persilangan jalan Ranca Buaya, hujan semakin deras kami putuskan untuk lanjut ke Pamengpeuk dan tidak mampir ke pantai Ranca Buaya. Jarak Ranca Buaya – Pamengpeuk sekitar 33km sekitar tiga kilometer selepas persilangan jalan tadi…..hujan semakin menggila, kini disertai angin kencang sementara kami berada diperbukitan yang terbuka, akhirnya ketika kami melihat ada sebuah masjid cantik di kanan jalan kami putuskan berhenti.
Mesjid ini cantik karena terletak diatas perbukitan, dari teras disebelah kanan kami bisa melihat hamparan sawah dan tepi laut. Bangunan mesjid ini masih baru dan arsitekturnyapun modern, jadinya betah deh nunggu hujan disini. Kami sholat dzuhur dan ashar terus istirahat, selain kami juga ada pengendara2 lain yang berteduh disini.
Sekitar pukul 16.30 hujan reda dan kamipun melanjutkan perjalanan menuju pamengpeuk, sepanjang jalan kami masih disuguhi pemandangan indah sampai akhirnya kami tiba disatu-satunya pom bensin di Pamengpeuk pada pukul 17.50 setelah sempet mampir ke depan gerbang pusat peluncuran roket LAPAN untuk ngambil foto bro Arif sebagai bukti sudah nyampe Pamengpeuk.
Pom bensin ini ternyata tidak buka 24 jam, jam 18.00 dia akan tutup jadi kami termasuk pelanggan terakhir hari ini, di pom bensin ini kami lepas jas hujan dan bersih2 terus sholat magrib sekalian. Tadinya kami ingin lanjut ke Garut (90km dari pamengpeuk) tapi melihat mendung mulai datang dan badan sudah lelah akhirnya kami putuskan untuk menginap di Pamengpeuk saja……
Setelah makan malam kami langsung istirahat di penginapan dan langsung tertidur kelelahan, sepertinya semua makanan yang kita makan hari itu tidak ada yang tersisa jadi daging deh, semua terkonversi menjadi energy yang kita pake hari itu…..hehehehe
Minggu, 27 Desember 2009
Etappe III : Pamengpeuk – Garut – Cijapati – Bandung – Cianjur – Puncak – Bogor – Jakarta = 329km
Udara cerah Pamengpeuk di minggu pagi ini mengiringi kami di etappe terakhir touring kami, kami start dari penginapan sekitar pukul 07.00 dan langsung menuju ke arah Cikajang – Garut. Ruas Pemengpeuk – Cikajang – Garut ini buat saya sudah cukup familiar karena saya sudah tiga kali melalui rute ini.
Kondisi rute ini jalanannya baik, beberapa kilometer bahkan sudah ada yang baru diaspal dengan hotmix, tidak terlalu lebar dan intensitas kendaraannya cukup ramai. Sedangkan konturnya sendiri berada didaerah perbukitan sehingga kadang dijumpai tanjakan dan turunan. Kelokan-kelokan banyak sekali karena jalan ini mengikuti atau melipir di pinggang bukit, sehingga biasanya disalah satu sisi adalah dinding bukit dan disebelahnya lembah atau jurang.
Pemandangannya yang jelas cantik dan tidak membosankan, ada perkebunan teh yang menutupi perbukitan seperti karpet hijau tebal, ada bukit batu yg menjulang, pokoknya enak dilihat deh.
Perjalanan sangat lancar karena hari masih pagi, kami juga sering berpapasan dengan mobil bak terbuka yang mengangkut orang yang kelihatannya akan rekreasi ke pantai-pantai yang ada di Pamengpeuk.
Menjelang pukul 09.30 kami sudah tiba di Garut, bro Asep mampir sebentar ke tempat penjualan oleh2. Digarut inilah baru kami bertemu dengan biker2 lain yang sedang turing – maklum garut juga salah satu daerah tujuan turing……hehehe berbeda banget dengan saat kami melintas di rute Surade – Tegal Beleud – Agra Binta – Sindang Barang, tidak satupun rombongan biker yg berpapasan….hihihi (kayaknya sih emang kita yang nyeleneh cari rutenya hahahaha).
Dari Garut kita lanjut ke arah Bandung, tapi kali ini kita tidak lewat Nagrek, tapi mencoba jalur alternative lewat Cijapati. Ternyata jalur alternative ini memang menantang, tanjakannya gila-gilaan hehehe……dan pemandangannya pun cukup indah. Sayang di ujungnya (Majalaya – Dayeuhkolot) masih sering macet.
Lepas dari Bandung kami sempat makan siang di Cimahi, di Padalarang rante motor sang suhu putus – untung deket bengkel jadi bisa langsung ganti rante.
Selanjutnya perjalanan lancar di Cianjur hujan lebat, Puncak lancar karena satu arah dan kering(saat itu jam 16.00), tapi di Cibulan hujan lagi terus sampai Bogor dan lalulintas menjadi padat merayap untungnya motor masih bisa nyelap nyelip diantara celah mobil yang ada……
Depok kami lewati dan kami berpisah di bawah flyover TB Simatupang bro Arif lurus ke arah pancoran sedangkan saya berbelok ke kanan menuju Poltangan. Saya tiba dihalaman rumah pukul 19.10 hari minggu tangga 27 Desember 2009 dengan selamat setelah menempuh total 730km.
Alhamdulillah selesai juga selusur jalur pantai Selatan ini di tahun 2009, Alhamdulillah sudah diberi kesempatan oleh Allah untuk menyelusuri jalan mulai dari Muara Binangeun sampai Pangandaran.

Sampai jumpa dalam catatan perjalan saya yang lain.
Imam arkananto
Samudera Indonesia Motor Community (SIMC) – 018
Mailing List Yamaha Scorpio (MiLYS) – 170
Skywave Owner Club (SOC) – 157
Data angka :
total kilometer 730km
total biaya bensin Rp 102.500,- (full to full)
konsumsi bensin = 1 : 32km
Penginapan di Ujung Genteng = Rp 250.000,-
Penginapan di Pamengpeuk = Rp 100.000