Off Road Malam Hari
Setelah puas melihat-lihat dipantai cibuaya saya segera kembali ke pantai didepan pondok hexa, ini karena Arif sudah tidak sabar untuk berenang. Sore itu cuma Arif sendirian yang berenang di pantai, saya sendiri tidak berenang karena memang tidak bisa berenang dan juga dilarang dokter karena telinga saya kena penyakit mastoid (?) – selaput gendang telinga berlubang, jadi tidak boleh kemasukan air. Sekitar jam 16.30 Arif mentas dari berenangnya kamipun ke hotel untuk mandi dan bersih-bersih.
Selesai mandi sekitar jam 17.30 kami kembali menyusuri jalan2 di ujung genteng ini, kali ini yang kami tuju adalah daerah pelelangan ikan (berlawanan arah dengan pantai cibuaya yang siang tadi kami kunjungi). Didaerah ini terdapat dermaga tua konon sisa peninggalan penjajah jepang, selain itu juga terdapat kawasan hutan lindung. Di pelelangan ikan kami tidak menjumpai aktifitas yang terlalu ramai bukan saja karena kami datang sore hari, tetapi juga karena saat itu adalah musim angin barat sehingga hampir semua nelayan tidak berani melaut, karena ombaknya yang besar. Jadi tidak banyak ikan yang diperdagangkan.
Kami sempatkan makan diwarung tidak jauh dari pelelangan ikan tsb, dan ternyata memang jenis ikan yg tersedia terbatas (karena nelayan tidak melaut tsb diatas) kami pesan ikan tongkol bakar…..hmmm baunya sedap man ketika di bakar…bikin perut makin lapar….hehehe begitu siap saji langsung kita lahap hehehe mantap and kenyang…..
Jam 19.00 kami kembali ke hotel, sholat Magrib dan Isya, terus siap-siap nunggu ojeker datang, cuaca sempat hujan sebentar kemudian terang kembali tersapu angin, sekitar jam 20.00 an Rakhmat-ojeker yang akan bertindak sebagai tour guide kami pun datang. Rakhmat segera meminta kami bersiap-siap karena pengunjung yang lainpun sudah siap-siap bahkan beberapa sudah berangkat (terlihat dari melintasnya beberapa ojek keluar dari area penginapan dengan membawa penumpang).
Karena tadi siang saya sudah melintasi sebagian rute yang akan kami lalui sekitar 1.5 km-an (rute ke pengumbahan ini melintasi cibuaya yg siangnya kami kunjungi), maka saya menjadi over confidence – paling2 kondisi rutenya tidak jauh beda dengan rute ke cibuaya siang tadi dan jaraknya toh cuma 4 km, Jadi malam itu saya hanya mengenakan sendal jepit, celana pendek dan kaos lengan panjang (uniform favorit kalo lagi dipantai) tanpa helm dan glove mengendari scorpioku. Dan ini menjadi bumerang buat saya karena terlalu confidence sehingga mengabaikan sisi safety. Untungnya arif boncenger saya tetap saya suruh pake celana jins, kaos + jacket + rompi.
Kami keluar beriringan dari pondok Hexa, Rakhmat didepan sedangkan saya dan arif mengikuti dibelakang, dijalanan kami ketemu dengan ojeker2 lainnya yang searah ke pengumbahan. Jadilah kami konvoi melewati jalanan off road, pemandangannya mengasyikan beda banget nuansanya dengan konvoi malem di jalan raya. Sorot lampu kita menembus gerumbul semak belukar selain menerangi jalan setapak, pendaran cahaya lampu dan siluet belukar disekitar kita menimbulkan kesan dan nuansa tersendiri.
Petaka pertama terjadi saat melewati jembatan darurat yang tadi siang saya lewati, ketika saya julurkan kedua kaki saya untuk jaga keseimbangan saat melintasi jembatan, jempol kaki kanan saya menghantam sesuatu yang menonjoll di permukaan jembatan, mungkin bagian batang kelapa yang menonjol atau apa tidak jelas. Yang pasti karena hanya mengenakan sendal jepit hantaman tersebut membuat jempol saya berdenyut sakit, dan kelihatannya terluka soalnya terasa perih juga. Sambil nahan sakit saya terus jalankan motor mengikuti ojeker di depan, dibelakang saya juga ada beberapa ojeker lain.
Giliran menyeberangi sungai yang tadi siang mudah saja saya lewati entah mengapa malam itu, saya kehilangan keseimbangan menjelang mendaki tebingnya, otomatis kaki saya turun, namun karena posisi motor yang rada menanjak dan ternyata dasar sungai juga agak dalam sehingga kaki saya tidak bisa menapak dengan tepat mengakibatkan motor nyaris jatuh rebah ke kanan. Saya berusaha mati-matian untuk tidak melepas motor dan menahan berat motor sekuat tenaga supaya motor tidak jatuh, karena kalo motor saya lepas pastilah akan rebah kekanan dan akan terendam di sungai – bisa fatal. Pada posisi itu boncenger saya arif ternyata tidak bisa segera turun dari motor karena celananya nyangkut di footstep belakang. Jadilah saya untuk beberapa saat menahan scorpioku plus boncenger ditengah sungai sampai Rakhmat datang membantu, sementara itu ojeker2 lain melintasi kiri kanan saya untuk kemudian melanjutkan perjalanan.
Rakhmat datang membantu, melepaskan boncenger saya dan membantu menegakan posisi motor saya, untunglah selama saya menahan motor seperti itu mesin tidak mati dan posisi gigi tetap gigi satu (saya tekan kopling terus waktu itu)….fuih untunglah cepat dibantu kalo sampai tercebur semua ke sungai kacau deh. Btw jempol kananku masih perih…..
Kami lanjutkan perjalanan, kami sudah tertinggal cukup jauh dengan rombongan ojeker tadi, jadi kami berusaha berjalan agak cepat, cibuaya segera kami lewati, kami meniti bekas tapak ban mobil bisa dibayangkan lebarnya kan gak sampai 30 cm ditengah-tengah antara dua tapak ban mobil tsb, ditumbuhi rumput atau mungkin alang2 tidak begitu jelas karena malam dan tumbuhan lain yang cukup lebat dan cukup tinggi. Tapak pasir itupun kadang tidak padat sehingga ban kadang geal geol, wah bener2 deh dibutuhkan ketrampilan dan keseimbangan plus konsentrasi yang cukup tinggi nih, padahal saya bukan crosser.
Makin dekat ke arah pengumbahan jalan makin jelek sekarang bukan lagi jalan pasir tapi sudah kubangan2 lumpur yang harus saya lewati, bener2 lumpur, basah, kental, licin. Saya sudah tidak mungkin milih2 jalan, cuma bisa ngikutin ojeker didepan saya karena dia tau jalur mana yang lumpurnya gak dalem. Ojeker di UG ini sebagian besar pake bebek dan sebagian lagi RX King.
Melewati kubangan lumpur ini scorpio ku bener2 kewalahan, kombinasi ban yang licin, bobot yang lebih berat dan power yang gede membuat scorpio bener2 liar untuk dikendalikan. Hard to handle istilah seorang brother di MilYS. Bayangin kalo gas dibuka agak gede dikit ban belakangnya spin dan geser kiri kanan, kalo mengandalkan laju dari gaya dorong motor giliran ban depannya yang gak mau belok, walaupun setang udah dibelokin nyerosot lurus aja karena licinnya lumpur. Beda sama bebek2 ojeker ini yang karena bobotnya lebih enteng dan powernya pas-pasan keliatannya enak aja dia main kombinasi gas dan daya dorong lajunya motor, selain itu mereka juga sudah tiap hari lewat situ jadi tau selahnya.
Kira-kira 300 meter lagi dari pengumbahan Rakhmat – ojeker saya menghentikan motornya, dan minta Arif boncenger untuk pindah ke motor dia. Ini dikarenakan didepan sana kubangan lumpurnya lebih parah lagi, jadi supaya saya lebih lincah dan tidak terlalu berat boncenger harus pindah.
Ternyata didepan memang lebih parah kubangan lumpurnya lebih dalem2 dan parah banget. Berkali-kali kaki saya harus turun untuk menyeimbangkan mat item supaya bisa diarahkan dengan baik, dan jangan sampai kepater….sampai suatu saat ketika kaki kanan saya harus turun kelumpur, begitu saya angkat sandal jepit saya ketinggalan….ampun dah…masak cuma pake sendal sebelah, terpaksa saya buang juga sendal yang kiri. Sekarang saya bener-bener nyeker ..Wah..wah…gile bener nih, asiik dan seru…tapi juga malu sama ojeker-ojeker, tadi udah hampir nyungsep disungai sekarang nyeker lagi….hihihihi untungnya motor saya gak ada sticker MilYS nya jadi gak malu-maluin MilYS hehehehe.
Kebayangkan nyeker, cuma pake celana pendek dan kaos gak pake helm main off road malem2…jauh dari safety riding..bo, ini gara-gara terlalu over confidence
Menanti sang Bintang Panggung
Dengan motor yang belepotan lumpur dan kaki nyeker yang juga penuh lumpur akhirnya kami tiba di tempat penangkaran, Rakhmat segera bergabung dengan ojeker lain mengurus bayar membayar. Saya sempet cuci kaki sebelum rombongan pengunjung ini bergerak berjalan kaki menerobos gerumbulan pepohonan, untuk kemudian tiba ditepi pantai terbuka….pantai pengumbahan.
Suasana pantai malam itu menurut saya boleh dibilang sangat indah. Didepan kami laut lepas berwarna gelap hanya garis-garis putih puncak gelombang saja yang tampak, bulan saat itu tiga perempat penuh, cahayanya menyebabkan pantai seakan diselimuti cahaya lampu lima watt, jadi temaram gitu, tidak gelap pekat. Sesekali cahaya bulan ini meredup saat sang bulan tersaput awan mendung tipis, sesaat kemudian temaram kembali saat awan mendung tapi hilang ditiup angin. Suara deburan ombak laut selatan yang memecah dipantai yang berpasir melandai ini menjadi background vocal alam saat itu. Kami pengunjung duduk bergerombol dikelompoknya sendiri2 bicara dengan pelan-pelan, seakan takut memecah suasana konser alam ini, kami seperti berada di teater alam saja rasanya – menanti sang bintang panggung (si penyu itu hehehehe) keluar.
Sambil duduk dipasir pantai (kalau aja bawa alas tidur pasti lebih enak nih), saya ngobrol dengan Rakhmat, dia menjelaskan kalo sepanjang pantai ini terdapat 6 pos penjagaan/pengamatan penyu dimana jarak dari satu pos ke pos yang lain sekitar 1 km an, dan sekarang kita berada di perbatasan antara pos no 1 dan pos no 2. Menurut dia yang paling baik untuk liat penyu adalah bulan Juli – Agustus, karena bulan-bulan itu saat puncaknya musim penyu bertelur – bener nggak nya sih walahualam ya soalnya saya bukan ahli biologi jadi coba cross check kebenarannya dengan sumber lain. Tapi kalau pendapat saya sih memang bagusnya dateng bulan Juli – Agustus setidaknya itu musim kemarau jadi jalan tidak berlumpur seperti sekarang, terus bukan musim angin barat jadi nelayan bisa melaut, ikan melimpah dan harganya bisa murah. Satu tips lagi sebaiknya kalo ke ujung genteng jangan cuma 1 malam, minimal 2 malam, supaya balance antara capek dijalan dan menikmati tempat wisata ini.
Saya coba lihat jam di hp saya; ternyata tidak terasa sudah jam 21.35, wah saya mulai gelisah dan was-was nih, jangan2 si penyu tidak mendarat malam ini. Kalau sampai gak mendarat sia-sia deh perjuangan off road malem2 saya. Menurut Rakhmat bisa aja si penyu melihat gerombolan manusia di pantai ini sehingga dia balik kembali ke laut mengurungkan niatnya untuk bertelur, makanya oleh petugas di pos awal tadi disarankan pengunjung tidak heboh, tidak jalan mondar-mandir dan tidak foto-foto dgn lampu blizt, jadi harus duduk manis tenang-tenang begitu.
Waktu terus berjalan malam semakin larut, saya terus terang mulai mengantuk dan badan ini mulai terasa capek, karena praktis seharian ini kami tidak istirahat. Jam 22.40 Rakhmat memberitahu kalo ada penyu yg sedang mendarat tapi letaknya di pos empat, (ada kode dgn lampu senter dari petugas pos) dia minta kami bergegas jalan sebelum kedahuluan pengunjung lain.
Saya dan Arif pun bangkit dan segera berjalan menyusuri pantai mengikuti Rakhmat dan beberapa temannya sesama ojeker/merangkap tour guide. Kami termasuk rombongan yang berada didepan, karena ketika saya tengok dibelakang saya lihat gerombolan pengunjung lain berjalan mengekor kami. Semuanya kelihatan bersemangat berjalan karena rasa antusias ingin melihat penyu bertelur. Berjalan kaki diatas pasir lembut tentunya berbeda dengan berjalan dilantai Mall-mall hehehe, lama-lama kaki terasa berat untuk melangkah. Padahal jarak yang ditempuh sekitar 2,5 km – 3 km (start di perbatasan pos 1 & 2 sementara penyu ada di pos 4, jarak antar pos hampir 1 kilo), gak heran badan mulai terasa berkeringat dan napas jadi pendek2.
Mendekati lokasi penyu kami diberi kode oleh petugas untuk berhenti dulu, jangan langsung mendatangi penyu, ini untuk memberikan kesempatan si penyu menyelesaikan proses bertelurnya mendekati tuntas. Jeda menunggu ini kami manfaatkan untuk mengatur irama nafas kami kembali setelah tadi ngos-ngosan berjalan cepat diatas pasir. Tidak lama kemudian kami diperkenankan untuk melihat sang bintang, segera kami berhamburan mendekati lubang bertelur yang digali sang penyu.
Penyu yang bertelur saat itu tidak terlalu besar lebar sekitar 60cm dan panjang sekitar 80 – 90 cm, saya bilang tidak terlalu besar karena menurut Rakhmat biasanya ada yang lebih besar lagi dari ukuran tersebut. Warna tempurungnya hijau gelap. Pengunjung diperkenankan memotret sang penyu. Setelah pengunjung semakin ramai bergerombol memperhatikan dia, tampaknya dia mulai merasa terganggu dan segera menutup lubangnya secara tergesa kemudian berjalan meninggalkan lubangnya ke arah pantai. Kemudian perlahan-lahan membuat putaran untuk berjalan mengarah ke laut lepas.
Sang penyu berjalan perlahan menyusuri pantai yang landai mengarah ke laut dengan di iringin kilatan blits paparazi hehehe, dan iringan pengunjung yang melihat….persis seperti bintang panggung hihihihi.
Saya sebenarnya ingin memperhatikan penyu ini sampai terus mencapai laut, tetapi tiba-tiba butir-butir air hujan mulai berjatuhan dari langit, saya lihat awan mendung tebal menggantung diatas kami. Wah hujan deh….tidak pake gerimis-gerimisan hujan langsung turun cukup deras, pengunjung segera meninggal pantai terbuka bergegas menuju gerumbul2 pepohonan untuk berteduh. Berbekal lampu senter (oh iya jangan lupa bawa senter kalo liat penyu ya) kami juga segera berteduh dibawah pepohan (pandan laut?), pada saat menuju ke gerumbul pepohonan ini lah kaki telanjang saya menginjak duri. Entah duri apa yang menusuk itu, tapi yg jelas durinya masuk tertinggal didalam dibawah kulit telapak kaki (telusupan kalo orang jawa bilang).
Jadilah sepanjang jalan saya menuju tempat motor diparkir terpincang-pincang karena telusupan duri tadi. Kembali kami konvoi ojeker menuju tempat penginapannya masing-masing. Perjalan kembali dari pengumbahan dilalui dalam cuaca hujan rintik2, masih sama berat seperti ketika berangkat namun karena tujuan lihat penyu sudah tercapai saya lebih pede dalam melintasi medan off road ini walaupun dengan kaki senut2. Jam 24.10 kami tiba di hotel, dengan badan capek, motor kotor banget, kaki sakit….tapi hati puas, benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Rakhmat pamit pulang dia kasih no HP mana tau besok saya butuh dia lagi atau kapan2 saya berkunjung lagi bisa menghubungi dia, Saya dan Arif segera cuci kaki, bersih2 dan ganti baju kering kemudian segera merebahkan diri dikasur untuk tidur………..zzzzzzzzzzz……zzzz
Kembali ke Rumah..…
Jam 05.00 saya sudah bangun sholat subuh….kemudian tidur lagi….zzzz….zzzz, jam 06.30 bangun….laper …..makan roti sobek bekal dari rumah dan keripik jagung (tortila) minum aqua botol dan…..bless tidur lagi…masih capek bo…zzzz
Baru jam 07.30 saya bangun mandi dan mulai packing untuk siap2 pulang, saya liat arif masih tidur saya biarkan saja pasti dia masih kecapekan tuh. Saya keluar liat kondisi motor, kecuali belepotan lumpur semuanya berfungsi baik….beres berarti siap diajak jalan pulang. Tapi sebenernya meringis juga saya liat tampang si mat item yang udah kayak kebo gitu…..belepotan lumpur kering….mudah2an nanti pas pulang dijalan hujan deres ya supaya kamu agak bersih….doa saya hehehe
Sekitar jam 08.30 saya bangunkan arif untuk segera mandi, pasang lagi side bag, terus selesaikan urusan bayar membayar hotel, pake touring gear lagi…..akhirnya jam 09.00 kami bergerak meninggalkan ujung genteng. Terus terang tadinya masih mau mampir ke Cikaso, tapi karena badan rasanya masih agak capek, atas persetujuan arif disepakati, kunjungan ke tempat tujuan wisata tambahan di batalkan, di skip untuk next touring hehehehe. Untungnya arif setuju langsung balik ke Jakarta tuh (mungkin dia juga masih capek kali ya) kalau tetep ngotot mau ke cikaso ya pasti saya belokin ke cikaso.
Perjalanan pulang lancar, selepas dari “gerbang cemara” kiara dua kami berhenti di rumah makan untuk makan setengah siang….soalnya baru jam 10.45, dibilang makan siang belom siang dibilang sarapan udah kesiangan. Disini sempet betulin dulu jam digital di tachometer, yang hampir copot karena dobel tapenya lepas mungkin karena kena air garam kali ya, untung saya bawa cadangan dobel tape, jadi bisa nempel lagi.
Rute yang saya tempuh sama seperti berangkat tapi kebalikannya, UG – Plb Ratu – Cikidang – Cibadak – Ciawi – Bogor. Saya rasakan tanjakan dari pelabuhan ratu ke Cikidang lebih curam dibandingkan dari arah sebaliknya, karena ternyata saya di beberapa tanjakan sampai terpaksa menggunakan gigi satu. Entah itu karena saya yang salah ambil ancang-ancang atau scorpieku yang lagi agak overheat, yang jelas waktu berangkat kemarin saya tidak pernah sampai pakai gigi satu ditanjakan didaerah ini. (bener nggak sih, sapa yg pernah lewat sini konpirmasinya donk)
Menjelang di Cibadak lagi enak-enaknya menikmati jalanan mulus, tiba-tiba saya disalip sebuah Mio….wuiss kenceng banget. Saya pikir tadinya biker lokal soalnya ngambil tikungannya berani banget kayak udah hafal…..tapi gak lama kemudian dari kanan kiri saya disalip Mio-mio lain wess….wess …..edan kenceng-kenceng banget ini mereka turing apa lagi road race…batin saya. Padahal mio itu diperuntukan untuk cewek lho harusnya kan bawanya lembut dan elegan …..hehehe; tapi ditangan mereka berubah menjadi beringas begitu…..ck…ck…ck edan tenan.
Sampai di Cibadak saya isi bensin Rp 30 ribu sudah digaris full lagi meter bensinku. Memasuki Curug sesuai harapan saya hujan turun lumayan deres, asiik mesin jadi adem tarikan makin yahud nih…….sepanjang jalan pulang ini saya juga ketemu berbagai klub motor yang juga pulang turing. Salah satunya kalo gak salah liat ya Club Shogun Depok…mereka pake gaya turing baris berbaris….ada petugas, ada isyarat kaki dlsbnya….rapi. Sambil toet-toet saya minta jalan ke petugasnya yang paling belakang….dan mereka dengan rasa biker brotherhood…..mempersilahkan saya lewat. Saya melewati petugas tsb dengan ancungan jempol dan senyum yang dibalas dengan ancungan jempol dan senyum juga……
Bogor seperti biasa macet…..lepas warung jambu saya belok kiri lewat jalan pemda yg ke Depok……dah males nih kalo masuk kawasan ini gak ada yg bisa diceritain tiap hari juga bros & sis hadapi suasana yg kayak gini khas kota metropolitan lah….macet.
Jam menunjukan pukul 16.20 ketika motor saya nyampe di Poltangan 3 no 52A dihalaman samping rumah, fisik capek tapi hati puas, trip meter motor menunjukan angka 438km. Alhamdulillah kami pulang dengan selamat. Saya cek semua anggota keluarga Alin anak saya paling besar sudah pulang dari gunung, isteriku sms ngabarin dia dan Aliya on the way kerumah setelah jemput Aliya dari rumah budenya. Well berarti malam ini kami akan berkumpul kembali dirumah….dan Alhamdulillah semuanya selamat.
The End…….deh///
Salam biker brotherhood/imam arkan MiLYS 170
Ride Safely and Respect Other
Segala Saran, kritik dan koreksi saya terima dengan tangan terbuka
Note :
Statistik turing
Bensin habis rp 60 ribu (full tank to full tank)
Kilometer 438 km
waktu tempuh berangkat 7 jam 5 menit
waktu tempuh pulang 7 jam 20 menit
km berangkat jkt ? ug = 211,8 km
km pulang unrecorded karena tidak sempat catat kmnya waktu start dari UG
speed rata2 waktu berangkat = 30,26 km
total speed rata2 = 30,21 km
Total biaya turing Rp 351.600,- (untuk 2 orang), (pengeluaran tsb untuk Hotel,
BBM,Ojeker,Makan,Logistik)