Solo Touring ke Ujung Genteng #1


Solo Touring Ujung Genteng

tgl 09 – 10 April 2006

Touring Preparation

Setelah rencana touring ke Bandung tanggal 9 – 10 april 2006 bersama-sama teman kantor gagal karena benyak peserta yang batal berangkat, maka untuk memenuhi hasrat touring yang sudah memuncak saya putuskan untuk melakukan solo touring dengan tujuan Ujung Genteng.

Saya sendiri belum pernah ke Ujung Genteng (UG), dan dari info yang saya dengar rute ke UG ini cukup menantang dan menuntut ketangguhan fisik. Sebenernya mendengar hal tersebut membuat saya agak ragu untuk touring sendirian, sebab saya tahu rute ke arah selatan jawa barat umumnya sepi dan melintasi pegunungan/perbukitan (dapat dilihat di peta bahwa selatan jawa adalah daerah pegunungan). Namun sampai hari H – 1, beberapa teman yang saya ajak untuk menemani ternyata berhalangan sehingga otomatis touring kali ini menjadi solo touring lagi dan seperti biasa Arif anak saya menemani kembali sebagai boncenger.

Untuk lebih mendapatkan gambaran daerah yang akan saya lalui saya minta info via email kepada Om Rudin (brother satu ini senang dengan adventure touring – sudah pernah sampai ujung kulon lho), mengenai rute, kondisi jalan dan waktu tempuh ke UG, saya juga kumpulkan data mengenai UG yg ada di internet (mengenai penginapan, objek wisata dlsbnya). Dari semua data ini didapat deskripsi kasar sebagai berikut : jarak tempuh 210 km lama perjalanan 7 – 8 jam, rute terbaik adalah via cibadak – cikidang – pelabuhan ratu – surade – UG, penginapan cukup banyak dengan berbagai tingkat harga, objek paling menarik adalah melihat penyu bertelur.

Karena turing sendirian otomatis persiapan dan perlengkapan harus disiapkan dengan baik. Untuk motor sebelum berangkat saya ganti kampas rem depan maupun belakang dan juga tidak lupa memberi gemuk kaki-kaki belakang Mat Item scorpio ku. Perlengkapan cadangan juga gak kalah komplit, tool kit bawaan pabrik, bohlam, sekering, arm relay versi III, conrod ori, ban dalem cadangan plus kunci ring 19 & 17 (kalau2 perlu buka roda) plus strap/tambang (buat narik kalo motor mogok) menghuni tool bags. Demikian juga P3K; antimo, betadin, hansaplast, tolak angin, visine, autan dan panadol masuk dalam kotak obat pribadi (kalo saya menyebutkan merek bukan berarti promosi ya tapi sekedar memudahkan saja). Semuanya kemudian dijejalkan dalam box Givi bersama-sama 2 buah jas hujan. Sedangkan pakaian saya masukan dalam side bag.

Jakarta – Pelabuhan Ratu

Kelar persiapan, maka pada hari minggu pagi 8 April 2006 jam 07.00 bertempat dari halaman samping rumah – poltangan, pasar minggu, dengan mengucap Bismillah dimulailah solo turing ke ujung genteng ini.

Cuaca pagi itu cerah sekali, sangat menyenangkan untuk memulai perjalanan jarak jauh, keluar dari poltangan motor saya arahkan ke Depok, menyusuri jalan raya lenteng agung. Jalanan pagi itu relatif sepi mungkin kerena sebagian orang yang hari sabtunya libur sudah lebih dulu berangkat ke luar kota untuk liburan. Jalan raya lenteng agung ini sejajar dengan rel KA jakarta – bogor, sehingga sesekali motor saya bisa trek-trekan dengan KRL yang kebetulan melintas menuju bogor…(hehehe iseng banget ya gw); ternyata KRL itu lumayan kenceng lho bisa 70 – 80 kpj.

Jalan Raya Lenteng Agung bertautan dengan jalan Margonda salah satu jalan urat nadi kota Depok yang saban hari makin macet karena pembangunan berbagai Mall disepanjang jalan ini. Di pertemuan antara jalan Margonda dan Jalan baru (saya gak tau ini nama jalannya apa? Hehehe), saya belok kekiri ke Jalan baru yang tembus ke jalan Raya Bogor lama tepatnya di perempatan Gas Alam. Setibanya di perempatan tersebut saya belok kanan menyusuri jalan Raya Bogor lama. Dulu inilah jalan utama satu-satunya yang menghubungkan Bogor dengan Jakarta, sebelum kemudian ada jalan raya Parung-Bogor dan jalan tol Jagorawi.

Sepanjang jalan Raya Bogor Lama ini banyak berdiri pabrik-pabrik yang berpotensi menyebabkan kemacetan khususnya pada saat-saat jam pergantian shift pekerja pabrik, namun dibalik itu adanya pabrik ini juga menyebabkan jalan ini hidup 24 jam dan relatif aman dilalui malam hari. Satu lagi yg sering bikin macet diruas jalan ini adalah adanya pasar tradisional, contohnya pasar cibinong selalu macet tuh. Untunglah pagi itu saat saya melintas situasi lalulintas lancar-lancar saja sehingga saya bisa mengembangkan kecepatan di 70 – 80 kpj.

Jam 08.05 saya sudah melintas didepan terminal bis Baranangsiang – Bogor untuk menuju Tajur dan selanjutnya Ciawi, suasana jalan cukup ramai tapi tidak sampai menimbulkan kemacetan. Kecepatan hanya bisa dipacu sampai 60kpj saja maklum dalam kota dan ramai lagi. Beberapa bikers terlihat sedang berhenti dipinggir jalan menunggu rombongannya komplit tampaknya. Kelihatannya libur dua hari ini tidak disia-sia kan klub2 motor untuk touring.

Tidak sampai setengah jam setelah membelok diputaran ujung jalan tol ciawi saya sudah berada diruas jalan raya yang menuju Sukabumi. Terus terang bagi saya nuansa turing baru dimulai disini, karena sebelumnya hanya nuansa lalulintas padat khas perkotaan yg tiap hari saya hadapi.

Karena sudah memasuki jalanan luar kota segera lampu besar saya nyalakan – walaupun efeknya saya jadi sibuk mengacungkan jempol atau melambai plus senyum berterima kasih kepada setiap orang yang berusaha memberi tahu (dengan isyarat) kalau lampu motor saya hidup. Sebenarnya senang juga sih seperti itu artinya orang2 itu memperhatikan saya hehehe (ge er nih).

Baru jalan lima belas menitan nikmati suasana jalan luar kota menjelang SPN (sekolah polisi negara?) sudah terjadi kemacetan, aduh macet apaan nih??? ternyata ada truk Aqua yang mogok di tanjakan sehingga lalulintas dua arah harus berjalan bergantian, uuh untung gak panjang macetnya…lepas dari situ motor digeber lagi lari 70-80-an kpj wah nyaman banget. Sayang jalannya bergelombang dan kadang2 banyak lubang jadi kudu hati-hati tidak bisa bener-bener santai deh.

Selagi jalan santai seperti itu, entah darimana datangnya saya liat dikaca spion serombongan motor trail muncul dibelakang saya. Tapi salutnya mereka gak maksa mau nyusul saya mungkin karena saya sudah cukup kenceng ya 70 – 80 kpj. Tapi karena saya pengen liat lebih jelas motor2 mereka; tampilannya gagah-gagah euy – saya agak menepi membiarkan mereka lewat mendahului saya. Motornya keren-keren bo, ada KTM asli, TS125, pokoknya bervariasi deh ada yang 4 tak juga, Hyosung kali ya? Semuanya bawa perlengkapan outdoor ada alas tidur yg digulung dan ransel yg diikatkan di jok belakang mereka, mantap man seperti petualang sejati. (tapi saya perhatikan koq semuanya gak ada plat nomornya ya?, spionnya juga gak ada – mungkin biar ringkes plat nomor plus spionnya disimpen di tas ranselnya kali ya? pikir saya simpel hehehe)

Menjelang pasar Cicurug seperti biasa macet, untungnya pake motor jadi bisa nyelip-nyelip ternyata walaupun ada side bag, givi + boncenger, mat item scopiku masih enak diajak meliuk diantara kendaraan. Lepas dari cicurug saya membuntuti rombongan motor trail tadi, numpang gagah-gagahan lah dikit hehehe. Tapi dasar saya riding skillnya kalah sama mereka dan basic saya adalah slow rider maka lama-lama saya makin jauh tertinggal sama rombongan trail tadi.

Setelah ada insiden kecil yang mengingatkan saya untuk tetap berhati-hati (nyaris senggolan dengan Avanza yang menghindari motor jatuh), saya tiba di Parung Kuda, disini saya berbelok kekanan menuju jalan ke arah Parakan Salak dan Taman Nasional Gn Halimun. Seharusnya saya bisa melewati pertigaan Cibadak untuk menuju Cikidang, tapi saya memilih rute alternatif ini karena jalannya lebih sepi dan teduh, jalannya memang lebih sempit tapi suasananya menyenangkan karena segar dan teduh melewati hutan dan perkebunan.

Rute dari Parung Kuda ini nantinya tembus ditengah-tengah ruas jalan antara Cibadak dan Cikidang. Patokan arahnya juga cukup mudah karena di tiap pertigaan ada penunjuk jalan menuju Cikidang- Plb Ratu (selalu ambil yang kiri). Saya tau rute ini sewaktu jalan-jalan ke Taman Nasional Gn Halimun beberapa waktu yang lalu.

Rute Parung Kuda – cikidang ini melintasi perkebunan PTPN VIII (?) Parakan Salak – kebun Cisalak dimana saya lihat tanamannya baru diganti menjadi tanaman kelapa sawit (tadinya kelihatannya bekas kebun karet). Suasana perkebunan sawit ini sepintas mengingatkan saya akan suasana di Sumatera Utara. Di Sumatera utara sana kalo kita melintas di jalan Medan – Pekanbaru atau sedikit keluar dari kota Medan saja maka kita akan melihat hamparan kebun sawit dimana-mana.

Hujan mulai mengguyur ketika akhirnya saya tiba dijalur Cibadak – Cikidang. Hujan ini memaksa saya berhenti untuk mengenakan Jas Hujan. Ketika sedang berhenti mengenakan jas hujan ini melintaslah konvoi mobil Peugeot 505 menuju arah Pelabuhan Ratu. Iring-iringan Peugeot 505 ini panjang juga, rasanya lebih dari 30 mobil dan semuanya tampak terawat dan mulus. Salut juga saya sama pemiliknya karena setahu saya Peugeot 505 ini keluaran antara th 1982 – 1985, jadi sudah hampir berusia 20 tahun.

Perjalanan ke Pelabuhan Ratu saya lanjutkan dalam suasana hujan dan jalanan basah, kendala utama ban standar Scorpio yang terkenal licin benar-benar mengganggu. Beberapakali ban depan sempat sliding di tikungan (padahal kecepatan tidak kencang-kencang amat tuh) untungnya bisa segera dikoreksi sehingga tidak sampai jatuh. Saya putuskan jalan pelan-pelan saja dan tidak berani menekuk tikungan terlalu dalam dan mendadak. Padahal rute ini penuh dengan tikungan2 tajam dan pendek2 (seperti chicane di sirkuit), yg seharusnya diambil dengan kombinasi memindah-mindahkan berat badan dan tekukan setang dengan cepat.

Karena takut ban depan sliding beberapa kali saat mengambil ditikungan malah motor menjadi melebar keluar, untungnya dari arah berlawanan tidak ada kendaraan. Setelah rute berkelok-kelok di Cikidang dilewati akhirnya jam 10.56 saya tiba di Pelabuhan Ratu, (kok saya bisa tau sampai ke menitnya segala? Karena di tachometer scorpioku saya tempelkan-(pake dobel tape) jam tangan digital, jam tangannya gak yang mahal2 koq (biar gak nangis kalo diambil maling) yg kodian aja paling 20 – 40 ribu, kan banyak tuh di Mangga Dua dan cari yg waterproof).

Walaupun habis diguyur hujan cuaca di Pelabuhan Ratu panas karena matahari sudah bersinar lagi ditambah suasana meriah berbagai klub motor yang touring ke Pelabuhan Ratu, bahkan bukan cuma club motor tapi club mobil juga ada dan tumplek blek di sini. Rider Klub-klub motor ini ada yang mengenakan jacket seragam, lengkap dengan atribut bendera klub dan lain sebagainya. Ada juga klub yang tidak mengenakan atribut seragam, tapi dimotor mereka di behel belakangnya dililitkan pita warna tertentu, supaya bisa dikenali oleh sesama rekan konvoinya. Pokoknya meriah deh……..

to be continued……

Leave a comment