Memang tidak mudah mencari teman untuk diajak turing dengan motor khususnya untuk menjelajah rute-rute yang tidak lazim dilalui biker. Tapi orang sering lupa dari perjalanan ke tempat2 tidak lazim inilah tempat-tempat indah penuh potensi wisata ditemukan dan kemudian dipopulerkan.
Mungkin empat atau lima tahun lalu orang tidak banyak tau tentang ujung genteng ataupun sawarna misalnya, karena prasarana jalannya yang masih jelek, medannya yang menguras tenaga ataupun akomodasinya yg terbatas dlsbnya pokoknya lebih banyak tantangannya sehingga orang berpikir dua kali untuk mengunjunginya. Kini setelah banyak orang berkunjung ke sana dan bercerita tentang keindahan atau keunikan tempat tersebut, maka tempat itu sekarang menjadi populer. Saat ini hampir semua komunitas biker mungkin mencita-citakan untuk bisa mengunjungi kedua tempat ini, dengan kata lain kedua tempat ini kini menjadi target tujuan turing.
Demikian juga ketika saya mencari teman untuk diajak turing menuntaskan obsesi saya untuk menyelusuri jalur pantai selatan Jawa Barat ini, cukup sulit untuk mendapatkannya sebagian karena memang sudah ada jadwal sendiri, sebagian lagi karena berpikir dua kali dengan medan yang akan dihadapi.
Untungnya H-2 menjelang keberangkatan seorang teman bersedia ikut – teman ini satu angkatan saat kami kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dulu (stan angkatan 82), dan secara kualifikasi dia ini levelnya termasuk suhu secara tahun 1984 dia sudah solo turing Jakarta – Surabaya naik vespa, sekarang ini hobbynya adalah miara motor-motor Honda lawas. Honda CB200, Honda XL, Honda Astrea Prima th89 adalah sejumlah koleksinya.
Bro Arif Septiadi – kita singkat jadi bro Asep demikian nama teman saya tsb dan kali ini dia akan turing dengan Honda astrea prima tahun 1989 nya. Nah kebayangkan saya turing pakai Yamaha Scorpio 225 cc tahun 2005 sementara Bro Asep dgn Astrea Prima 100cc th 1989 so pasti saya yang harus menyesuaikan irama dan kecepatan dalam turing kali ini
Jalur pantai selatan jawa bagian barat yang saya maksud adalah jalan yang membentang mulai dari Muara Binangeun di Banten Selatan sampai Pangandaran di Selatan Ciamis kira-kira jarak totalnya adalah 566km.
Karena jaraknya yang cukup jauh saya tidak menyelesaikannya dalam satu kali perjalanan, tetapi saya penggal dalam empat ruas utama, dan pelaksanaannya pun mengikuti hari libur ataupun cuti yang tersedia.
Apalagi saya selalu menempatkan rute yg belum saya kenal harus dilalui pada siang hari, sehingga lama perjalanan yang dibutuhkan menjadi lebih panjang.
Adapun ke empat ruas utama tersebut adalah sebagai berikut :
1. Muara Binangeun – Bayah – Sawarna – Cisolok – Pelabuhan Ratu = 114km
2. Pelabuhan Ratu – Kiara Dua – Jampang Kulon – Surade – Ujung Genteng = 103 km
3. Ujung Genteng – Surade – Tegal Beleud – Arga Binta – Sindang Barang – Pamengpeuk = 188 km
4. Pamengpeuk – Cipatujah – Cikalong – Cijulang – Pangandaran = 161 km
Dari keempat rute tersebut tinggal yang nomor 3 yang belum saya selesaikan rute yang lainnya sudah saya selesaikan dalam waktu yang berbeda-beda bahkan ada yg sampai lebih dari satu kali saya kunjungi, rute pertama diselesaikan agustus 2007 dan oktober 2009, rute nomor dua Maret 2006, Ferbuari 2008 dan Maret 2008, rute nomor empat Agustus 2009.
Rute no 3 baru kesampaian Desember ini tepatnya tanggal 25,26,27 Desember 2009.
Berikut ini ceritanya.
Jum’at 25 Desember 2009
Etappe I : Jakarta – Bogor – Cikidang – Plb Ratu – Kiara Dua – Surade – Ujung Genteng = 213km
Kami start dari halaman rumah saya di Poltangan jam 07.00 perjalanan lumayan lancar, sampai dengan pertigaan cikidang saya memimpin didepan, namun selanjutnya saya persilahkan suhu Asep memimpin sesuai aturan turing yang lazim motor dengan CC lebih kecil, ataupun yg berboncengan berada di depan…….
Sejak saat itu mat item (Yamaha scorpioku) yang biasanya beringas harus belajar kalem dan santai, menyesuaikan dengan kecepatan motor sang suhu yang di maintain di 50 – 60 kpj. Sebenernya motor sang suhu bisa aja lari sampai 80kpj tapi keliatannya beliau nggak pengen mesin motor kesayangannya rontok hehehe (maklum sdh berumur 20 tahun). Tapi sisi positifnya konsumsi bensin mat item jadi irit 1 lt : 32 km padahal dah pake karbu pe28 biasanya dalem kota Cuma dapet 1 : 26/27.
Sesekali kalo saya pengen merasakan beringasnya mat item…..maka saya jauhkan jarak dengan sang suhu….baru deh digeber mendekat lagi dibelakang motor suhu.
Kondisi jalan Jakarta sampai Pelabuhan Ratu cukup baik, masih bumpy tapi lubang2 sudah berkurang, trek cikidang juga kondisi bagus dan masih menantang untuk dilibas sama yang doyan tikungan2 buat rebahan.
Pukul 09.30 kami sudah tiba di pertigaan Pelabuhan Ratu selanjutnya belok ke kiri mengarah ke jalan raya Sukabumi – Pelabuhan Ratu, Disini sempet berhenti isi perut dulu dan baru lanjut lagi sekitar jam 10.30.
Menjelang masuk kiara dua hujan gerimis mulai turun – tapi karena mendung terlihat tidak merata kami tetep lanjutkan perjalanan tanpa mengenakan jas hujan, sambil kita cari-cari masjid untuk sholat jum’at.
Untunglah ketemu mesjid tepat pukul 11.55 saat hujan semakin deras, jadi sholat jum’at sekalian berteduh. Sholat Jum’at nya rada unik, setelah Adzan jam 12, khotbah disampaikan dalam bahasa Arab singkat dan padat (dan saya gak ngert hehehe) sholat jum’atnya selesai jam 12.15 (cepet banget kan). Terus bilal berdiri dan qamat lagi – imam dan jemaah berdiri dan kemudian sholat 4 rakaat dipimpin imam seperti sholat Dzuhur – unik saya baru tau yg seperti ini……(saya dan bro asep tidak ikut sholat tsb – kita sholat ashar jama taqdim). Sisi baiknya sholat nya cepet sehingga jam 12.30 kita sudah bisa lanjut start lagi hehehe….
Jas hujan terpaksa kami kenakan juga menjelang Jampang Kulon, dikarenakan hujan deras turun dengan lebatnya – saya bersyukur pake sepatu AP boot sehingga kaki dijamin tetep kering…..
Kondisi jalan Kiara Dua – Surade – Ujung Genteng, cukup baik dalam artian sudah banyak lubang yang ditambal sehingga perjalanan bisa berlangsung cukup lancar tanpa harus meliuk-liuk menghindari lubang.
Di Surade sekarang ini sudah ada 3 buah SPBU, padaha sewaktu kunjungan saya terakhir disini (Maret 2008) baru ada satu SPBU dan itupun sedang dibangun/belum dioperasikan. Pesat sekali perkembangan daerah ini.
Jam 14.00 kami sudah tiba di Ujung Genteng yang saat itu suasananya crowded……meriah, banyak sekali pengunjungnya….hiks ujung genteng tidak seperti dulu lagi, dulu saya senang dengan ketenangannya, sunyi, sepi alami – sekarang terlihat lebih komersial banyak pondok/saung didirikan di tepi pantai.
Bahkan ketika saya mengarahkan motor menuju pantai Cibuaya melalui jalanan tanah (sekarang sudah ada jembatan beton lho – dulu masih batang kelapa, atau malah bisa pilih nyeberang sungai; nggak seru lagi ah sekarang), ternyata di Cibuaya pun ramai bukan main secara ada kemah baksos pramuka se kabupaten sukabumi…….waaks ramai banget, nggak nyaman deh.
Setelah muter2 akhirnya dapet tempat nginep disebuah kamar seadanya dipinggir pantai ujung genteng, sorenya setelah unpacking barang-barang mulai deh saya sounding dan cari info mengenai jalur yang besok harus saya lalui, selain tentunya mempelajari peta yang saya bawa.
Satu info berharga saya peroleh dari tukang ojeg yang tadinya nawarin kita untuk lihat penyu di pangumbahan. Dia pernah naik motor dari Ujung Genteng sampai di Cidaun untuk beli perahu disana, menurut dia jalannya sudah baik, kalo kita berangkat pagi-pagi jam 7 sampai disana sekitar tengah hari sekitar jam 13 an
Info yg berharga; setidaknya saya tau rute tsb bisa ditembus dengan motor, butuh waktu 6 – 7 jam untuk sampai cidaun. Kalo masalah jalannya dia bilang sudah baik saya tidak perhitungkan, karena baik menurut ukuran dia mungkin sekali beda dengan baik menurut kita…..
Malam itu ujung genteng mati lampu…….setelah santap malam….sekitar jam 10. an kami pergi tidur mengumpulkan tenaga kembali untuk perjalanan besok……..
Sabtu, 26 Desember 2009
Etappe II : Ujg Genteng – Surade – Tegal Beleud – Agra Binta – Sindang Barang – Pamengpeuk = 188km
Pagi hari sekitar jam 07.00 lebih sedikit diiringi hujan gerimis kami start dari Ujung Genteng untuk melanjutkan etappe II yang merupakan jalur baru atau jalur yang sebagian besar belum saya kenal sama sekali (kecuali mulai Sindang Barang kea rah Pamengpeuk sudah pernah saya lewati).
Untunglah cuaca berpihak pada kami, belum lagi jauh meninggalkan Ujung Genteng, cuaca menjadi cerah, matahari memperlihatkan wajahnya – udara menjadi segar….gabungan antara sisa dinginnya malam dan hangatnya mentari pagi…….Jas Hujan kami lepas dan kami simpan kembali perjalanan dilanjutkan menuju Surade dalam udara yang segar tanpa polusi….
Di Surade kami mengisi bensin full tank, karena tidak tahu apakah dijalan nanti masih ada SPBU lagi, dan ternyata memang benar SPBU baru ada di Pamengpeuk.
Begitu sampai di pertigaan yang ada rambu penunjuk arah Tegal Beleud, Cikaso belok ke kiri, maka kamipun membelok ke kiri mengikuti petunjuk rambu tersebut.
Lebar jalannya sendiri sama seperti lebar jalan Surade – Ujung Genteng, jadi tidak terlalu lebar namun kondisinya lebih jelek 10 km pertama banyak lubang2 walaupun tidak besar dan masih mudah dihindari, barulah setelah memasuki perkebunan Cikaso, jalanan lebih baik berupa hotmix mulus.
Di Cikaso kami melihat ada rombongan orang yang siap-siap hendak berburu, dengan kendaraan jip 4×4 yang diatas atapnya ada kursi tempat sang pemburu membidik buruannya.
Selepas Cikaso suasana jalannya semakin sepi belum tentu lima menit sekali kita papasan dengan kendaraan dari arah berlawanan, demikian juga angkutan umum saya perhatikan tidak ada yang berpapasan.
Pemandangannya sendiri top markotop deh, kami melewati perkebunan karet, hutan jati dan ladang2 penduduk, kontur alamnya berbukit-bukit, di beberapa tempat dimana kami berada dipunggung bukit yang terbuka kami bisa melihat lembah2 dan bukit2 hijau – cantik sekali.
Setelah sarapan disebuah warung sate beberapa kilometer sebelum Tegal Beleud, akhirnya kami sampai di Tegal Beleud sekitar jam 10.00 setelah berjalan sekitar 39km dari Surade, kami langsung lanjut dan sempet bingung karena rambu penunjuk arah menyebut Agra Binta sebagai kota kecamatan berikutnya…..lho padahal dari kedua peta yang jadi pedoman saya tidak mencantumkan Agra Binta sama sekali, yang ada adalah Rawa Uncal, Ciagra.
Daripada nyasar mendingan tanya penduduk saja, dan memang menurut dia untuk ke sindang barang memang lewat Agra Binta, jadi memang arahnya sudah benar.
Ok, lanjut kalo begitu…. Selepas Tegal Beleud ternyata jalanan semakin parah, sekarang jalanan berupa jalanan aspal yang sudah terkelupas yang tersisa adalah batu-batu fondasi jalan….itupun masih ditambah bergelombang permukaannya….hehehe